Archive for October, 2020

Apakah harus menikah ulang?

October 19, 2020

http://www.syariahonline.com/new_index.php/id/5/cn/26883

Apakah harus menikah ulang?

Pertanyaan:

Ustadz,
Mohon ditolong kami memahami keadaan di bawah ini. Suami-istri memiliki
piutang pada pihak ketiga. Ketika istri tidak di rumah, suami mengirim surat
ke pihak ketiga, meminta supaya jangan membayarkan utang pada istri karena
suami dan istri berpisah/bercerai.

Sebelum istri kembali ke rumah, suami memindahkan barang pribadi dari tempat
biasa, dan mengambil beberapa dokumen istri. Ketika istri kembali, suami
meminta istri keluar rumah. Istri lalu keluar dari rumah bersama anak-anak
mereka.

Setelah 3 bulan 24 hari, istri datang kembali ke tempat suami tinggal. Namun
sebelumnya, ketika dimintai ijin untuk didatangi, suami menjawab, suami
tidak merasa memiliki hak untuk memberikan/tidak memberikan ijin. Ijin
disuruh minta pada ayah istri.

Suami mengatakan tidak berniat menceraikan istri. Suami-istri berencana
kembali bersama.

Pertanyaan:
1. Apakah talak 1 sudah jatuh?
2. Jika hendak kembali, apakah harus menikah ulang dengan akad, mahar dan
saksi? Karena sudah lewat 3 bulan bersuci?

Terima kasih banyak atas perhatian Bapak,

wassalam,
hamba Allah
di
bumi Allah

Hamba Allah

Jawaban:

Assalamu alaikum wr.wb.

Segala puja dan syukur ke hadirat Allah Swt dan salawat salam semoga
senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad Saw teladan umat manusia.

Dalam sebuah hadits yang artinya: ada tiga hal yang candaanya adalah serius,
dan seriusnya adalah serius, yaitu nikah, talaq dan raj’ah.
hadits tersebut mengisyaratkan akan kedudukan manusia yang tinggi, dimana
nikah, talaq, raj’ah hubungannya dengan manusia (suami istri), oleh
karenanya tidak diperbolehkan bermain-main dalam permasalahan tersebut.
begitu juga hadits tersebut adalah apabila perceraian dikatakan dengan
kata-kata yang sorih (jelas), maka serius dan canda bisa terjadi. namun
apabila lafadz yang diucapkannya tidak sorih(jelas),seperti misalnya: kita
berpisah, kita hidup sendiri-sendiri, maka hal ini tergolong sebagai lafadz
yang tidak jelas (sorih), artinya perlu dipastikan apakah maksud dari
kata-kata itu dimaksudkan cerai atau tidak.

untuk menjawab pertanyaan saudara/i diatas, kami perlu ketengahkan hal-hal
yang berkenaan dengan talaq. kapan talaq/cerai itu bisa terjadi/sah secara
hukum syariah (rukun dan syarat talaq):
pertama : mutholiq (yang menceraikan) yaitu suami. selain suami tidak ada
hak untuk menceraikan perempuan atau istri seseorang.
kedua : niat atau maksud. artinya suami benar-benar punya niat menceraikan
istrinya, bukan karena lupa, salah ngomong, atau dipaksa.
kedua : muthollaqoh (yang diceraikan) yaitu istri. artinya sebagai obyek
yang diceraikan adalah istrinya.
ketiga : hubungan yang sah, artinya status suami istri adalah sah secara
hukum.
keempat : redaksi thalaq secara jelas, ia bisa berupa ucapan, tulisan,
maupun isyarat.

dari sini kita bisa menentukan jika ada masalah yang berkenaan dengan
perceraian, ia benar-benar jatuh/terjadi atau tidak?. jika syarat-syarat
diatas terpenuhi maka terjadilah perceraian, jika tidak terpenuhi maka tidak
terjadi suatu perceraian.

mengenai cerita yang saudara/i sampaikan, sudah jatuh talak atau belum?
perlu dipastikan, apakah tulisan yang ia (suami) tulis kepada pihak ketiga
itu benar-benar dia niati sebagai penceraian istrinya atau tidak, atau ada
maksud lain, misalnya keinginan sepihak menguasai harta, sehingga apa yang
ditulis adalah hanya tipu muslihat kepada pihak bank saja, karena dengan
menulis alasan seperti itu, memudahkan pihak bank untuk menutup rekening.
artinya ini semua adalah kemungkinan-kemungkinan yang mungkin benar dan
salah, atau salah sama sekali. maknanya bisa saja apa yang ditulis
(sparate/divorce) kepada pihak bank adalah pengakuan sepihak saja (suami)
kepada bank, bukan tulisan cerai yang ditujukan kepada istri. oleh
karenanya, permasalahan ini kami menganggapnya masih tidak jelas dan perlu
dipastikan.

jika memang benar-benar dia tidak berniat menceraikan istrinya, maka tidak
berlaku masa iddah, karena tidak terjadi perceraian.

namun jika memang suami berniat (dengan tulisan itu) menceraikan istrinya,
maka terjadi cerai, dan jika ia ingin ruju'(kembali), dan telah habis masa
iddah, maka harus melakukan akad kembali dan hal-hal lain sebagaimana awal
pertama kali hendak menikah, seperti mahar, wali , dan saksi. Masa Iddahnya
adalah tiga kali masa suci.

pengusiran istri dari rumah juga tidak bisa dijadikan dalil terjadinya
perceraian, begitu juga misalnya suami sering menyakiti istri, juga tidak
dijadikan sebagai dalil terjadinya perceraian. akan tetapi tetap ini adalah
permasalahan keluarga yang serius, yang perlu diselesaikan.

Saran kami:
1. hendaknya sang istri memastikan apakah betul semua yang dilakukan oleh
suami ditujukan untuk mentalak istrinya atau tidak? karena dari kepastian
itu akan berlaku hukum-hukum setelahnya. seperti iddah berikut cara
rujuknya.

2. jika tidak dimaksudkan mentalak istrinya, maka tidak berlaku hukum iddah,
artinya keduanya bisa kembali sebagi suami istri tanpa harus melakukan nikah
ulang. Namun, jika memang dimaksudkan cerai, dan masa tiga kali suci sang
istri sudah dilalui, maka kalau mereka ingin rujuk, mereka harus melakukan
nikah ulang baru.

Semoga Allah memberikan jalan keluar dan keluarga yang bahagia, baik di
dunia maupun di akhirat. Amin

wallahu a’lam bish-shawab.
Wassalamu alaikum wr.wb.